Post

Kelompok masyarakat yang turut dalam perpindahan penduduk sejak masa Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda telah memiliki kebudayaan dari daerah asalnya dan masih terjaga hingga saat ini, ditengah masyarakat multikultural. Tatanan nilai dan norma masih diterapkan, terjaga, dan berdampingan dengan budaya lokal dalam aktivitas kelompok masyarakat transmigran di daerah barunya, salah satunya adalah Nilai Gotong Royong. Dalam masyarakat Jawa, gotong berarti mengangkat, dan royong berarti bersama. Namun, kebudayaan masyarakat asli Lampung juga mengenal gotong royong dengan sebutan lain, yaitu Sakai Sambaian.

Sakai Sambaian adalah salah satu unsur dari falsafah hidup orang Lampung atau Piil Pesenggiri, yang memiliki arti gotong royong melakukan kerja sama tolong-menolong. Terdapat kesamaan dalam nilai dan norma antara masyarakat lokal dan pendatang, sehingga memudahkan masyarakat transmigran untuk beradaptasi di daerah baru. Diawali saat dimulainya program Kolonisasi dan Transmigrasi, masyarakat saling bergotong royong dalam membuka lahan sebagai tempat tinggal dan bertani serta berkebun. Dalam pembangunan rumah tinggal juga dilakukan secara bergotong royong oleh kelompok transmigran.

Kemudian nilai gotong royong kembali terlihat pada saat tanam dan panen padi atau hasil bumi lainnya. Hingga dikenal Budaya Padi pada masyarakat transmigran yang berlatar belakang sebagai petani. Budaya padi menjadikan banyak desa di daerah transmigran menjadi lumbung pangan bagi daerah sekitarnya, yang dibuktikan dengan banyaknya lahan pertanian pada daerah tujuan transmigrasi. Hidup berdampingan dengan masyarakat lokal tidak menghilangkan kebudayaan yang dikenal oleh masyarakat transmigran sebagai masyarakat pendatang, hal ini dibuktikan dengan terjaganya kerukunan serta tetap diterapkannya nilai gotong royong tersebut dan menjadi sebuah pola serta keharusan dalam bermasyarakat.

Nilai gotong royong, budaya padi, serta kerukunan antar masyarakat merupakan kebudayaan yang bersifat intangible. Masyarakat transmigran juga memiliki kebudayaan yang bersifat tangible, kebudayaan yang memiliki wujud atau bentuk.