Sejak masa Pemerintahan Hindia-Belanda, masyarakat koloni diwajibkan untuk bertransaksi menggunakan alat pembayaran yang sah, yaitu uang. Uang diberikan oleh Pemerintah Hindia-Belanda, baik berupa uang saku atau yang diberikan lewat pinjaman berbunga, bertujuan untuk membantu kehidupan mereka serta menjadi modal agar dapat melakukan kegiatan yang produktif.
Pada awal Program Kolonisasi, Pemerintah Hindia-Belanda memberikan sejumlah uang saku sebanyak ƒ300 (300 gulden) untuk satu keluarga. Uang tersebut ditujukan untuk membantu kelompok petani dalam bertahan hidup di daerah baru yang dipenuhi hutan dan rawa. Uang saku periode pertama berlaku sejak tahun 1905 hingga akhir tahun 1911, mencakup:
1) ƒ150 untuk uang asuransi, transportasi, beserta makan;
2) ƒ65 untuk pembangunan rumah tinggal;
3) ƒ13,5 untuk membeli alat pertukangan dalam pembangunan rumah dan pendukung mata pencaharian; serta
4) Uang sisa yang dijadikan tanah dengan luas 0,7 Ha untuk sawah dan 0,3 Ha untuk lahan rumah tinggal.
Pada tahun 1911, uang saku yang diberikan pemerintah sebesar ƒ750. Bertambahnya jumlah uang saku disesuaikan dengan besaran kebutuhan hidup. Uang saku periode kedua, tahun 1911-1929 mengalami perubahan pemberian uang saku: uang asuransi dan transportasi diberikan sebesar ƒ22,5. Yang membedakan adalah tidak diberikan fasilitas lain sebagaimana yang berlaku pada periode sebelumnya. Sebagai gantinya, Pemerintah Kolonial mulai menerapkan sistem pinjaman bank lokal dengan setiap kepala keluarga mendapatkan kuota pinjaman sebesar ƒ200 (200 gulden) dengan bunga pengembalian sebesar 9% per tahun. Lampongsche Volksbank merupakan bank lokal yang dibentuk oleh Pemerintah Kolonial, yang kemudian pada era Pemerintah RI berubah menjadi Bank Lampung. Program kredit rakyat sempat mengalami stagnansi dikarenakan masih diperlukan peningkatan sistem manajemen dan juga banyak kredit yang macet akibat konsumerisme yang berlebih dan tidak tepat sasaran.
Pada masa Pemerintahan RI, Program Kolonisasi disebut dengan Transmigrasi. Pemberian uang saku diberikan sesuai kelas program yang mereka ikuti, yaitu transmigrasi umum, transmigrasi keluarga, transmigrasi biaya sendiri, dan transmigrasi spontan. Pemberian penuh uang saku diberikan hanya pada peserta transmigrasi umum, yang merupakan program langsung pemerintah dengan memilih kelompok transmigran. Pemerintah menanggung semua kebutuhan dan fasilitas sampai jangka waktu tertentu yang umunya selama 12 bulan, kemudian masyarakat transmigran sudah dibiarkan mandiri.
Uang saku merupakan modal bagi masyarakat yang turut dalam Program Kolonisasi/Transmigrasi yang sebagian besar berprofesi sebagai petani dan buruh kebun. Para petani dan buruh kebun ini kemudian menjual hasil alam mereka ke para eksportir atau pasar. Ini menjadi cikal bakal adanya pasar sebagai tempat bertemunya masyarakat baru dengan masyarakat pribumi sehingga terjadi kegiatan transaksi jual beli.